A.
Standar Pelayanan Kebidanan
Definisi
Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan
dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
2001: 53).
Standar I : Falsafah dan Tujuan
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi dan tujuan
pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas
pelayanan yang efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosofi
pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosofi masing-masing.
b. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando,
fungsi dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan
hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pimpinan.
c. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi
yang disahkan oleh pimpinan.
d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki
jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan.
Standar II :Administrasi dan Pengelolaan
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar
pelayanan, prosedur tetap dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang
kondusif yang memungkinkan terjadinya praktek pelayanan kebidanan akurat.
Definisi Operasional :
a. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme
kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
b. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar
alat, standar ruangan, standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
c. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan
kebidanan yang disahkan oleh pimpinan.
d. Ada rencana / program kerja disetiap institusi pengelolaan yang
mengacu ke institusi induk.
e. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara
teratur dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
f. Ada naskah kerjasama, program praktek dari institusi yang
menggunakan latihan praktek, program, pengajaran klinik dan penilaian klinik.
Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
Standar III : Staf dan Pimpinan
Pengelolaan pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan Sumber Daya
Manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a.
Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
c.
Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap per unit yang menduduki
tanggung jawab dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan.
d. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan
kualifikasi minimal selaku kepala ruangan bila kepala ruangan berhalangan
betugas.
e. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
Sumber IV : Fasilitas dan Peralatan
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan
kebidanan sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standard dan ada mekanisme
keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang
dan kualitas barang.
c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat
tertentu
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
Standar V : Kebijaksanaan dan Prosedur
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan
pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
a.
Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan
yang disahkan oleh pimpinan.
b. Ada prosedur personalia : penerimaan pegawai kontrak kerja, hak
dan kewajiban personalia.
c. Ada personalia pengajuan cuti personil, istirahat, sakit dan
lain-lain.
d. Ada prosedur pembinaan personal.
Standar VI : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan
perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara
berkesinambungan.
b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/personil
baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c. Ada data hasil indentifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi
hasil pelatihan.
Standar VII : Standar Asuhan
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan / manajemen kebidanan
yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan kebidanan.
b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan
medik.
c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d. Ada diagnosa kebidanan.
e. Ada rencana asuhan kebidanan.
f. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
g. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
Standar VIII :Evaluasi dan Pengendalian mutu
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam
evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Definisi Operasional :
a. Ada
program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
b. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian
terhadap standar asuhan kebidanan.
c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari
kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan
rencana tindak lanjut.
e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur
kepada semua staf pelayanan kebidanan
B. Kode Etik
a. Definisi Kode Etik
Kode etik merupakan suatu cirri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.
b. Kode Etik Bidan
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan
dalam Kongres nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk
pelaksanaannya disahkan dalam rapat kerja nasional. IBI tahun 1991, kemudian
disempurnakan dan disahkan pada kongres nasional IBI ke XII tahun 1989.Sebagai
pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa
kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan BAB.
c. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini
yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar
memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik
suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini
kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud
kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritualatau mental.Dalam hal
kesejahteraan materiil anggot]
a profesi kode
etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan.Kode etik juga menciptakan
peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Dalam hal ini
kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,sehingga para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya.
Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga
memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas,
jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu
profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas,
jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu
profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 BAB. Ke 7 BAB dapat dibedakan
atas 7 bagian yaitu :
a. Kewajiban bidan
terhadap klien dan masyarakat.
b. Kewajiban bidan
terhadap tugasnya.
c. Kewajiban bidan
terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan
terhadap profesinya
e. Kewajiban bidan
terhadap diri sendiri,
f. Kewajiban bidan
terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.
g. Penutup
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah :
a. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiosa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang uth dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga
dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan indentitas yang sama sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
wewenang dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi atau rujukan.
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh Pengadilan atau
diperlukan sehubungan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya.
1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan
yang bermutu kepada masyarakat.
2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan
terhadap diri sendiri.
1) Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2) Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah nusa, bangsa dan tanah
air.
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
g. Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan Indonesia.
C. Standar Asuhan
Kebidanan
Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan yang meliputi 25 standar dan dikelompokkan sebagai berikut :
1. Standar pelayanan umum.
2. Standar pelayanan antenatal
3. Standar pertolongan persalinan.
4. Standar pelayanan nifas
5. Standar penanganan kegawatdarurat obstetric neonatal.
1. Standar Pelayanan Umum
Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat.
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat
terhadap segala hal yang berkaitan dengan kahamilan, termasuk penyuluhan
kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan
dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan
mendukung kebiasaan yang baik.
Standar
2 : Pencatatan dan Pelaporan
Pernyataan Standar :
Bidan
melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi semua
itu hamil diwilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, smeua kunjungan rumah dan penyuluhan
kepada masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk
mencatat ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan
bayi baru lahir.
2. Standar Pelayana
Antenatal
Standar 3 : Idetifikasi Ibu Hamil
Bidan
melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan motifasi ibu, suami dan anggota keluarganya
agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara
teratur.
Standar
4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar Pelayanan :
Bidan
memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin
seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus
mengenal kehamilan resti atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,
hypertensi, PMS/infeksi HIV ; Memberikan pelayan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehtan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat pada kunjungan.Bila ditemukan kelainan,
mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk
tindakan selanjutnya.
Standar
5 : Palpasi abdomen
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan
abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia
kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian
terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari
kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Standar
6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau rujukan semua
kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan
menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan arah pada kehamilan dan mengenali
tanda serta gejala pre eklampsi lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan
merujuknya.
Standar
8 : Persiapan persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trisemester ke 3, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan
aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping
persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan
gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal itu.
3. Standar Pertolongan
Persalinan
Standar
9 : Asuhan saat persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama
proses persalinan berlangsung.
Standar
10 : Persalinan yang aman
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan
terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar
11 : Pengeluaran plasenta dan peregangan tali pusat
Pernyatan standar :
Bidan
melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar
12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi
Standar pelayanan :
Bidan
mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.
4. Standar Pelayanan
Nifas
Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir
Pernyataan standar :
Bidan
memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan,
mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan, dan melakukan tindakan atau
merujuk sesuai dengan kebutuhan.Bidan juga harus mencegah atau meangani
hipotermia.
Standar 14 : Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam
setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu,
bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan
ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
Standar
15 : Pelayan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ke
minggu ke 2 dan minggu ke 6 setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan
ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini,
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta
memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,
makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
5. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal
Standar
16 : Penanganan perdarahan pada kehamilan
Pernyatan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar
17 : Penanganan kegawatan pada eklampsi
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsi yang mengancam, serta merujuk
dan atau memberikan pertolongan pertama.
Standar
18 : Penanganan kegawatan pada partus lama atau macet
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama / macet serta melakukan
penangan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
Standar
19 : Persalinan dengan forcep rendah
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi forcep rendah, menggunakan forcep secara
benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar
20 : Persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor
Pernyatan standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.
Standar
21 : Penanganan retensio plasenta
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai kebutuhan.
Standar
22 : Penanganan perdarahan post partum primer
Pernyatan standar :
Bidan
mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar
23 : Penanganan perdarahan post partum sekunder :
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk menyelematkan jiwa ibu dan
atau merujuknya.
Standar
24 : Penangan sepsi puerperalis
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
Standar
25 : Penanganan Asfiksia
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan memberi
perawatan lanjutan.
D. Registrasi
Praktik Bidan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 1
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Bidan adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3.Surat Tanda
Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki
sertifikat kompetensi.
4.Surat Izin Kerja
Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
5.Surat Izin Praktik
Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6.Standar adalah pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.Praktik
mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
PERIZINAN
Pasal 2
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
PERIZINAN
Pasal 2
(1)Bidan dapat
menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang
menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III)
Kebidanan.
Pasal 3
(1)Setiap bidan yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)Setiap bidan yang
menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)SIKB atau SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1)Untuk memperoleh
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.fotocopy STR yang masih berlaku dan
dilegalisasi;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.surat pernyataan
memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm
sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
(2)Kewajiban memiliki
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Apabila belum
terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin
Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4)Contoh surat
permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalamFormulir I terlampir.
Pasal 5
(1)SIKB/SIPB dikeluarkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)Dalam hal SIKB/SIPB
dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3)Permohonan SIKB/SIPB
yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan
hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat
kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)SIKB/SIPB berlaku
selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.
(2)Pembaharuan SIKB/SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai
ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB
dinyatakan tidak berlaku karena:
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan
dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1)Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)Bidan dalam
memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.episiotomi;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.fasilitasi/bimbingan
inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g.pemberian uterotonika pada manajemen aktif
kala tiga dan postpartum;
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1)Pelayanan kesehatan
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir,
bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a.melakukan asuhan bayi
baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28
hari), dan perawatan tali pusat;
b.penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a.memberikan penyuluhan
dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b.memberikan
alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1)Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang
menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
a.pemberian alat
kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit;
b.asuhan antenatal
terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di
bawah supervisi dokter;
c.penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai
pedoman yang ditetapkan;
d.melakukan pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan
remaja, dan penyehatan lingkungan;
e.pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.melaksanakan deteksi
dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi; dan
i.pelayanan kesehatan lain yang merupakan
program Pemerintah.
(2)Pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan
anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya
dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1)Bagi bidan yang
menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah yang tidak
memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau
kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam hal daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1)Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk
melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan praktik mandiri
yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan
pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)Pada daerah yang
belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan
dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)Apabila tidak
terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan
yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1)Bidan dalam
menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.memiliki tempat
praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta
peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah
yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur
untuk persalinan; dan
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)Ketentuan persyaratan
tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalamLampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1)Dalam melaksanakan
praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.menghormati hak pasien;
b.memberikan informasi
tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.merujuk kasus yang
bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.meminta persetujuan tindakan yang akan
dilakukan;
e.menyimpan rahasia
pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f.melakukan pencatatan
asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.mematuhi standar; dan
h.melakukan pencatatan
dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran
dan kematian.
(2)Bidan dalam menjalankan
praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)Bidan dalam
menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan
mempunyai hak:
a.memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan
standar;
b.memperoleh informasi
yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.melaksanakan
tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.menerima imbalan jasa profesi.
d.menerima imbalan jasa profesi.
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)Dalam melakukan
tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan
yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)Menteri, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan
yang bersangkutan.
(2)Pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta
menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap
bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
Pasal 23
(1)Dalam rangka
pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan
administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat
izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau
kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2).
(2)Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak
mempunyai SIKB.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1)Bidan yang telah
mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang
bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi
bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan
yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan
yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan
praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada
saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang
yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
b.Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
E. Kewenangan
Bidan Komunitas
Wewenang bidan dalam memberikan pelayanan di komunitas yaitu :
1. Meliputi kepada wanita
Meliputi pada masa pra nikah termasuk remaja putri, pra hamil, kehamilan,
persalinan, nifas dan menyusui.
2. Pelayanan kesehatan pada anak yaitu pada masa bayi, balita dan
anak pra sekolah, meliputi :
a. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
d. Pemantauan tentang balita.
3. Beberapa tindakan termasuk dalam kewenangan bidan antara lain :
a. memberi imunisasi pada wanita usia subur, termasuk remaja putri,
calon pengantin dan bayi.
b. Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan, meliputi
oksitosin sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak
belakang kepala dan diyakini bayi dapat lahir pervagina.
d. KBI dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
e. Ekstraksi vakum pada bayi dengan kepala di dasar panggul.
f. Hipotermi pada bayi baru lahir
g. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
4. Memberikan pelayanan KB
5. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
6. Kewajiban bidan dalam menjalankan kewenangannya seperti :
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
b. Memberikan informasi.
c. Melakukan rekam medis.
7. Pemberian uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan.
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi ringan.
9. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan :
a. Bidan menyediakan obat maupun obat suntik sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan.
b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang
untuk keperluan darurat.
REFERENSI
1. Atik
Purwadari. Konsep Kebidanan Sejarah dan
Profesianalisme. ECG. Jakarta 2008
2. DEPKES
RI. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan
dan Tokoh Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga, Jakarta, 2007.
3. DEPKES
RI. Buku Peganagan Kader. Jakarta,
2007
5. Eny
Retna Ambarwati. Dkk. Asuhan Kebidanan
Komunitas, Nuha Medika . Yogyakarta. 2009
6. http://nenkeliezbid.blogspot.com/2010/04/aspek-perlindungan-hukum-bagi-bidan-di.html ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
A.
Standar Pelayanan Kebidanan
Definisi
Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan
dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
2001: 53).
Standar I : Falsafah dan Tujuan
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi dan tujuan
pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas
pelayanan yang efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosofi
pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosofi masing-masing.
b. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando,
fungsi dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan
hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pimpinan.
c. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi
yang disahkan oleh pimpinan.
d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki
jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan.
Standar II :Administrasi dan Pengelolaan
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar
pelayanan, prosedur tetap dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang
kondusif yang memungkinkan terjadinya praktek pelayanan kebidanan akurat.
Definisi Operasional :
a. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme
kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
b. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar
alat, standar ruangan, standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
c. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan
kebidanan yang disahkan oleh pimpinan.
d. Ada rencana / program kerja disetiap institusi pengelolaan yang
mengacu ke institusi induk.
e. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara
teratur dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
f. Ada naskah kerjasama, program praktek dari institusi yang
menggunakan latihan praktek, program, pengajaran klinik dan penilaian klinik.
Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
Standar III : Staf dan Pimpinan
Pengelolaan pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan Sumber Daya
Manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
a.
Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
c.
Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap per unit yang menduduki
tanggung jawab dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan.
d. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan
kualifikasi minimal selaku kepala ruangan bila kepala ruangan berhalangan
betugas.
e. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
Sumber IV : Fasilitas dan Peralatan
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan
kebidanan sesuai dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standard dan ada mekanisme
keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang
dan kualitas barang.
c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat
tertentu
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
Standar V : Kebijaksanaan dan Prosedur
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan
pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
a.
Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan
yang disahkan oleh pimpinan.
b. Ada prosedur personalia : penerimaan pegawai kontrak kerja, hak
dan kewajiban personalia.
c. Ada personalia pengajuan cuti personil, istirahat, sakit dan
lain-lain.
d. Ada prosedur pembinaan personal.
Standar VI : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan
perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara
berkesinambungan.
b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/personil
baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c. Ada data hasil indentifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi
hasil pelatihan.
Standar VII : Standar Asuhan
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan / manajemen kebidanan
yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan kebidanan.
b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan
medik.
c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d. Ada diagnosa kebidanan.
e. Ada rencana asuhan kebidanan.
f. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
g. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
Standar VIII :Evaluasi dan Pengendalian mutu
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam
evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Definisi Operasional :
a. Ada
program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
b. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian
terhadap standar asuhan kebidanan.
c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari
kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan
rencana tindak lanjut.
e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur
kepada semua staf pelayanan kebidanan
B. Kode Etik
a. Definisi Kode Etik
Kode etik merupakan suatu cirri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.
b. Kode Etik Bidan
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan
dalam Kongres nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk
pelaksanaannya disahkan dalam rapat kerja nasional. IBI tahun 1991, kemudian
disempurnakan dan disahkan pada kongres nasional IBI ke XII tahun 1989.Sebagai
pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa
kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan BAB.
c. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini
yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar
memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik
suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini
kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud
kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritualatau mental.Dalam hal
kesejahteraan materiil anggot]
a profesi kode
etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan.Kode etik juga menciptakan
peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Dalam hal ini
kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,sehingga para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya.
Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga
memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas,
jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu
profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas,
jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu
profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 BAB. Ke 7 BAB dapat dibedakan
atas 7 bagian yaitu :
a. Kewajiban bidan
terhadap klien dan masyarakat.
b. Kewajiban bidan
terhadap tugasnya.
c. Kewajiban bidan
terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan
terhadap profesinya
e. Kewajiban bidan
terhadap diri sendiri,
f. Kewajiban bidan
terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.
g. Penutup
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah :
a. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiosa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang uth dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga
dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan indentitas yang sama sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
wewenang dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi atau rujukan.
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh Pengadilan atau
diperlukan sehubungan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya.
1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan
yang bermutu kepada masyarakat.
2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan
terhadap diri sendiri.
1) Setiap bidan harus memelihara kesejahteraannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2) Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah nusa, bangsa dan tanah
air.
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
g. Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan Indonesia.
C. Standar Asuhan
Kebidanan
Standar asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan yang meliputi 25 standar dan dikelompokkan sebagai berikut :
1. Standar pelayanan umum.
2. Standar pelayanan antenatal
3. Standar pertolongan persalinan.
4. Standar pelayanan nifas
5. Standar penanganan kegawatdarurat obstetric neonatal.
1. Standar Pelayanan Umum
Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat.
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat
terhadap segala hal yang berkaitan dengan kahamilan, termasuk penyuluhan
kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan
dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan
mendukung kebiasaan yang baik.
Standar
2 : Pencatatan dan Pelaporan
Pernyataan Standar :
Bidan
melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi semua
itu hamil diwilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, smeua kunjungan rumah dan penyuluhan
kepada masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk
mencatat ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan
bayi baru lahir.
2. Standar Pelayana
Antenatal
Standar 3 : Idetifikasi Ibu Hamil
Bidan
melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan motifasi ibu, suami dan anggota keluarganya
agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara
teratur.
Standar
4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar Pelayanan :
Bidan
memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan pemantauan ibu dan janin
seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus
mengenal kehamilan resti atau kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,
hypertensi, PMS/infeksi HIV ; Memberikan pelayan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehtan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat pada kunjungan.Bila ditemukan kelainan,
mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk
tindakan selanjutnya.
Standar
5 : Palpasi abdomen
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan
abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia
kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian
terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari
kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Standar
6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau rujukan semua
kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan
menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan arah pada kehamilan dan mengenali
tanda serta gejala pre eklampsi lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan
merujuknya.
Standar
8 : Persiapan persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trisemester ke 3, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan
aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping
persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan
gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal itu.
3. Standar Pertolongan
Persalinan
Standar
9 : Asuhan saat persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama
proses persalinan berlangsung.
Standar
10 : Persalinan yang aman
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan
terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar
11 : Pengeluaran plasenta dan peregangan tali pusat
Pernyatan standar :
Bidan
melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar
12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi
Standar pelayanan :
Bidan
mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.
4. Standar Pelayanan
Nifas
Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir
Pernyataan standar :
Bidan
memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan,
mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan, dan melakukan tindakan atau
merujuk sesuai dengan kebutuhan.Bidan juga harus mencegah atau meangani
hipotermia.
Standar 14 : Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan
Pernyataan standar :
Bidan
melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam
setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu,
bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan
ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
Standar
15 : Pelayan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
Pernyataan standar :
Bidan
memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ke
minggu ke 2 dan minggu ke 6 setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan
ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini,
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta
memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,
makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
5. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal
Standar
16 : Penanganan perdarahan pada kehamilan
Pernyatan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar
17 : Penanganan kegawatan pada eklampsi
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsi yang mengancam, serta merujuk
dan atau memberikan pertolongan pertama.
Standar
18 : Penanganan kegawatan pada partus lama atau macet
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama / macet serta melakukan
penangan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
Standar
19 : Persalinan dengan forcep rendah
Pernyataan standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi forcep rendah, menggunakan forcep secara
benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar
20 : Persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor
Pernyatan standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.
Standar
21 : Penanganan retensio plasenta
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai kebutuhan.
Standar
22 : Penanganan perdarahan post partum primer
Pernyatan standar :
Bidan
mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar
23 : Penanganan perdarahan post partum sekunder :
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk menyelematkan jiwa ibu dan
atau merujuknya.
Standar
24 : Penangan sepsi puerperalis
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
Standar
25 : Penanganan Asfiksia
Pernyataan standar :
Bidan
mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan memberi
perawatan lanjutan.
D. Registrasi
Praktik Bidan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 1
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Bidan adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3.Surat Tanda
Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki
sertifikat kompetensi.
4.Surat Izin Kerja
Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
5.Surat Izin Praktik
Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6.Standar adalah pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.Praktik
mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
PERIZINAN
Pasal 2
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
PERIZINAN
Pasal 2
(1)Bidan dapat
menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang
menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III)
Kebidanan.
Pasal 3
(1)Setiap bidan yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)Setiap bidan yang
menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)SIKB atau SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1)Untuk memperoleh
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.fotocopy STR yang masih berlaku dan
dilegalisasi;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.surat pernyataan
memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm
sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
(2)Kewajiban memiliki
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Apabila belum
terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin
Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4)Contoh surat
permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalamFormulir I terlampir.
Pasal 5
(1)SIKB/SIPB dikeluarkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)Dalam hal SIKB/SIPB
dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3)Permohonan SIKB/SIPB
yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan
hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat
kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)SIKB/SIPB berlaku
selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.
(2)Pembaharuan SIKB/SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai
ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB
dinyatakan tidak berlaku karena:
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan
dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1)Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)Bidan dalam
memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.episiotomi;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.fasilitasi/bimbingan
inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g.pemberian uterotonika pada manajemen aktif
kala tiga dan postpartum;
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1)Pelayanan kesehatan
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir,
bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a.melakukan asuhan bayi
baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28
hari), dan perawatan tali pusat;
b.penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a.memberikan penyuluhan
dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b.memberikan
alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1)Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang
menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
a.pemberian alat
kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit;
b.asuhan antenatal
terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di
bawah supervisi dokter;
c.penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai
pedoman yang ditetapkan;
d.melakukan pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan
remaja, dan penyehatan lingkungan;
e.pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.melaksanakan deteksi
dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi; dan
i.pelayanan kesehatan lain yang merupakan
program Pemerintah.
(2)Pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan
anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya
dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1)Bagi bidan yang
menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah yang tidak
memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau
kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam hal daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1)Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk
melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan praktik mandiri
yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan
pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)Pada daerah yang
belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan
dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)Apabila tidak
terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan
yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1)Bidan dalam
menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.memiliki tempat
praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta
peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah
yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur
untuk persalinan; dan
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)Ketentuan persyaratan
tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalamLampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1)Dalam melaksanakan
praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.menghormati hak pasien;
b.memberikan informasi
tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.merujuk kasus yang
bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.meminta persetujuan tindakan yang akan
dilakukan;
e.menyimpan rahasia
pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f.melakukan pencatatan
asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.mematuhi standar; dan
h.melakukan pencatatan
dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran
dan kematian.
(2)Bidan dalam menjalankan
praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)Bidan dalam
menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan
mempunyai hak:
a.memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan
standar;
b.memperoleh informasi
yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.melaksanakan
tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.menerima imbalan jasa profesi.
d.menerima imbalan jasa profesi.
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)Dalam melakukan
tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan
yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)Menteri, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan
yang bersangkutan.
(2)Pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta
menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap
bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
Pasal 23
(1)Dalam rangka
pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan
administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat
izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau
kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2).
(2)Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak
mempunyai SIKB.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1)Bidan yang telah
mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang
bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi
bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan
yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan
yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan
praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada
saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang
yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
b.Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
E. Kewenangan
Bidan Komunitas
Wewenang bidan dalam memberikan pelayanan di komunitas yaitu :
1. Meliputi kepada wanita
Meliputi pada masa pra nikah termasuk remaja putri, pra hamil, kehamilan,
persalinan, nifas dan menyusui.
2. Pelayanan kesehatan pada anak yaitu pada masa bayi, balita dan
anak pra sekolah, meliputi :
a. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
d. Pemantauan tentang balita.
3. Beberapa tindakan termasuk dalam kewenangan bidan antara lain :
a. memberi imunisasi pada wanita usia subur, termasuk remaja putri,
calon pengantin dan bayi.
b. Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan, meliputi
oksitosin sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak
belakang kepala dan diyakini bayi dapat lahir pervagina.
d. KBI dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
e. Ekstraksi vakum pada bayi dengan kepala di dasar panggul.
f. Hipotermi pada bayi baru lahir
g. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
4. Memberikan pelayanan KB
5. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
6. Kewajiban bidan dalam menjalankan kewenangannya seperti :
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
b. Memberikan informasi.
c. Melakukan rekam medis.
7. Pemberian uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan.
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi ringan.
9. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan :
a. Bidan menyediakan obat maupun obat suntik sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan.
b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang
untuk keperluan darurat.
REFERENSI
1. Atik
Purwadari. Konsep Kebidanan Sejarah dan
Profesianalisme. ECG. Jakarta 2008
2. DEPKES
RI. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan
dan Tokoh Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga, Jakarta, 2007.
3. DEPKES
RI. Buku Peganagan Kader. Jakarta,
2007
5. Eny
Retna Ambarwati. Dkk. Asuhan Kebidanan
Komunitas, Nuha Medika . Yogyakarta. 2009
6. http://nenkeliezbid.blogspot.com/2010/04/aspek-perlindungan-hukum-bagi-bidan-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar