Panduan Alternatif Untuk Penulis Pemula
Tujuan dan Ragam Tulisan
Seseorang yang menulis tentu punya tujuan atau
harapan. Ia mungkin ingin mengungkapkan hasil pengamatan, hasil percobaan,
hasil penelaahan, hasil wawancara, gagasan personal, dan sebagainya dengan
dukungan data atau fakta yang dapat diuji kebenarannya. Sebaliknya, ada juga
orang yang menulis sesuatu yang dirasa secara personal atau kelompok,
dibayangkan akan terjadi di suatu tempat pada suatu masa, diimajinasikan/dikhayalkan,
ataupun sesuatu yang pernah terjadi secara faktual tetapi sudah
ditambah-tambah, dikurangi, diganti, difiktifkan sehingga tak dapat lagi
dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Tulisan-tulisan yang mengungkapkan
sesuatu yang dapat dibuktikan kebenarannya lazimnya disebut tulisan
atau karangan ilmiah atau karangan faktual, karangan nonfiksional. Sebaliknya, tulisan yang tak dapat dibuktikan kebenarannya
disebut tulisan atau
karangan fiksional. Kali ini, sesuai dengan pesan
sponsor, kita hanya akan membahas ragam tulisan yang kedua,tulisan atau karangan fiksional. Ragam tulisan ilmiah akan kita bahas pada kesempatan lain. Oke?
Tulisan
atau Karangan Fiksional
Sebagaimana telah diuraikan di atas, tulisan atau
karangan fiksional itu merupakan tulisan yang mengungkapkan, merekam sesuatu
yang dirasa secara personal atau kelompok, dibayangkan akan terjadi di suatu
tempat pada suatu masa, diimajinasikan/dikhayalkan, ataupun sesuatu yang pernah
terjadi secara faktual tetapi sudah ditambah-tambah, dikurangi, diganti,
difiktifkan. Tulisan tersebut secara umum
cenderung bersifat subjektif, ditafsirkan bermacam-macam. Itulah salah satu
sebab mengapa tulisan tersebut sukar sekali dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah. Para ahli memasukkan tulisan yang disebut “puisi”, “cerita”, dan
“naskah drama” ke dalam kelompok tulisan atau karangan fiksional. Hal ini
(mungkin) terjadi karena “puisi”, “cerita”, dan “naskah drama” sampai dengan
saat ini cenderung berisi ungkapan sesuatu yang tak faktual, diragukan
kebenarannya. Karenanya, kalau mau pembaca agak kerepotan memikirkan kebenaran
apa yang Anda tulis, tulis sajalah “puisi”, “cerita”, dan “naskah drama”. Tapi, sekali lagi, sesuai dengan permintaan sponsor, kali ini kita
omong-omong saja perihal bagaimana menulis cerita saja ya? Nanti, kapan-kapan, kita omong-omong soal penulisan naskah drama.
Kata orang kalau terlalu banyak sekaligus repot nanti. Karenanya, panduan untuk menulis puisi dan cerita pun akan kita bahas satu per satu biar Anda tak kerepotan, tak
kebingungan, dan berbagai tak lainnya.
Menulis
Cerita
Cerita merupakan bentuk lain tulisan/karangan
fiksional yang memiliki struktur yang berbeda dengan puisi. Hal ini terjadi
karena cerita secara konvensional lebih dimaksudkan untuk
memaparkan peristiwa tertentu yang dialami oleh tokoh tertentu di tempat
tertentu dalam rentang waktu tertentu dengan pola tulis yang khas,
berbeda dengan pola tulis puisi ataupun naskah drama. Karenanya, kegiatan dan
tahapan menulis sebuah cerita menjadi lebih kompleks. Sejak di SD sebenarnta
kita sudah mulai belajar menulis cerita melalui kegiatan belajar menulis
sinopsis cerita-cerita yang telah dibaca. Dalam kegiatan tersebut Anda secara
tidak langsung melihat bagaimana pengarang cerita yang Anda baca tersebut
mengurut peristiwa dalam ceritanya, menghidupkan tokoh, menggambarkan latar
cerita, menggunakan kata dan kalimat, dan sebagainya. Bila Anda ingin
bereksperimen lebih lanjut, Anda dapat mencoba melanjutkan cerita yang belum
selesai atau bagian awal dan tengah yang sengaja dibuang/dihilangkan. Bila
telah selesai lalu Anda cocokkan kembali dengan bagian-bagian tersebut. Hasil
eksperimen ini bisa saja sama ataupun berbeda dengan cerita asli. Tapi itu tak
jadi soal. Yang penting Anda sudah mencoba keluar dari zona aman. Anda sudah mulai kreatif.
Selanjutnya, Anda dapat juga mencoba menciptakan peristiwa lain sesuai dengan
imajinasi Anda setelah membaca sebuah cerita. Anda mungkin tidak setuju kalau
tokoh dalam cerita yang Anda baca tersebut harus bunuh diri pada akhir cerita.
Karena itu, ciptakan saja peristiwa lain yang lebih cocok menurut Anda hingga
akhir cerita tersebut menjadi berbeda, dari sad ending ke happy ending.Cara lain (yang lebih ilmiah)
untuk menulis cerita ialah melalui proses atau tahapan sebagaimana Anda menulis
karangan ilmiah. Langkah-langkah yang perlu Anda
tempuh dalam model ini sebagai berikut.
Langkah Pertama:
Sebagai penulis pemula, Anda sebaiknya membuat
corat-coret kasar sebagai pegangan awal untuk pengembangan cerita Anda.
Rekan-rekan Anda yang sudah menulis cerita lazimnya menyebut hal itu sebagai
kerangka cerita atau jembatan keledai(?). Dalam kerangka itu termuat:
1) Pokok persoalan yang akan diceritakan;
2) Tokoh yang mengalami persoalan tersebut;
3) Tempat dan waktu terjadinya peristiwa;
4) Konflik yang dialami oleh tokoh;
5) Cara tokoh menyelesaikan konflik;
6) Nasib tokoh pada akhir cerita;
7) Dan posisi Anda sebagai pencerita.
Pokok persoalan, tokoh, dan peristiwa yang diangkat
dalam cerita mungkin saja berupa kejadian nyata yang Anda alami, Anda dengar,
Anda Baca, ataupun Anda lihat dalam kehidupan sehari-hari yang sudah Anda
samarkan, Anda tambah, Anda perkaya dengan imajinasi, sedemikian rupa sehingga sukar
dibuktikan kebenarannya oleh pembaca. Tentu saja tidak semua pokok persoalan
ataupun peristiwa layak diangkat menjadi sebuah cerita karena cerita yang kuat
lazimnya menyajikan pokok persoalan yang unik, yang menarik untuk diceritakan,
dan memberikan suatu pencerahan pada pembaca
.
Langkah Kedua:
Tentukan
bagaimana sebaiknya Anda memulai atau membuka cerita. Anda mungkin dapat
memilih salah satu di antara sekian banyak cara yang sudah pernah digunakan
oleh cerpenis atau novelis senior dalam membuka cerita. Misalnya:
1) Perkenalkan tokoh yang akan mengalami peristiwa dalam cerita Anda.
Perkenalan ini lazimnya dibuat dalam bentuk deskripsi fisik ataupun mental sang
tokoh, baik dalam bentuk uraian langsung, maupun dalam bentuk monolog ataupun
dialog sang tokoh dengan tokoh lain.
2) Gambarkan lingkungan alam tempat tokoh berada. Anda dapat saja
memulai cara ini dengan deskripsi cuaca, kegiatan manusia/hewan, dan
sebagainya.
3) Penempatan satu peristiwa tertentu yang Anda anggap kuat atau
penting dalam cerita tersebut.
Langkah Ketiga
Cara Anda memulai cerita akan memberi efek pada
pengurutan peristiwa dalam cerita. Para analis sering menggunakan istilah alur
atau plot untuk merujuk pada cara seorang penulis mengurutkan peristiwa dalam
cerita tertentu. Bila Anda memulai cerita dengan pengenalan tokoh atau
lingkungan alam tempat tokoh berada lalu dilanjutkan dengan peristiwa lain
secara kronologis (urut waktu kejadian), Anda menggunakan alur maju.
Sebaliknya, bila Anda memulai cerita dengan peristiwa tertentu yang menjadi
klimaks atau peristiwa lain yang Anda anggap kuat lalu Anda lanjutkan dengan
penjelasan sebab-musabab terjadinya hal itu melalui sistem sorot balik, flashback, Anda telah menggunakan alur
mundur. Tapi, Anda tak perlu memikirkan apa komentar para
analis. Yang penting, ambil kertas, ambil pena, buat sebuah atau beberapa buah
paragraf pembuka cerita Anda.
Langkah Keempat:
Saat membuka cerita Anda sudah harus menentukan di
mana posisi Anda sebagai penulis atau pencerita. Artinya Anda harus memilih:
bermain dalam cerita Anda atau jadi penonton saja. Bila Anda ikut bermain di
dalamnya, Anda sebaiknya menggunakan sudut pandang aku. Semua hal dalam cerita mengalir
dari tokoh aku. Sudut pandang ini memudahkan Anda dalam memaparkan berbagai hal
tentang tokoh aku, termasuk pemikirannya, perasaannya, dan sebagainya. Sebaliknya, bila Anda bertindak sebagai penonton, Anda mencoba
menceritakan apa yang dapat Anda amati, Anda dengar, Anda baca tentang tokoh
tertentu dalam cerita. Anda berada di luar cerita dan bertindak sebagai pelapor
atau komentator. Kadang-kadang, dalam cerita-cerita yang telah terpublikasikan,
pelapor atau komentator menjadi orang yang mahatahu. Ia tahu juga apa yang
dirasakan, dipikirkan, dan yang terbersit dalam hati tokoh. Terserah Anda
sajalah. Toh, yang punya cerita juga Anda.
Langkah Kelima:
Usahakan
agar tokoh cerita Anda hidup, seperti layaknya tokoh dalam dunia keseharian.
Kalau tokohnya binatang atau pohon, binatang dan pohon itu mirip dengan
binatang dan pohon yang Anda temukan dalam kehidupan Anda. Ia memiliki
sifat-sifat kebinatangan dan kepohonan, meskipun mungkin binatang atau pohon
yang Anda gambarkan itu unik, mungkin hanya ada di tempat Anda atau dalam
khayalan Anda. Sebaliknya, kalau tokoh cerita Anda adalam manusia, tokoh
tersebut idealnya memiliki sifat/watak seperti manusia pada umumnya. Ia
memiliki sifat kemanusiaan, meski kadang Anda mungkin menggambarkan tokoh yang
unik, hanya ada dalam lingkungan Anda. Karenanya, tokoh sebaiknya tergambar
secara detail, baik fisik maupun mental/jiwa/perasaannya. Anda boleh saja
menyebut atau menguraikan secara langsung ciri-ciri fisik ataupun perasaan
tokoh Anda. Cara ini disebut cara
atau teknik analitik. Namun, Anda juga dapat
menghadirkan kondisi fisik, tabiat, dan perasaan tokoh Anda melalui
dialog tokoh dengan dirinya sendiri, dialog antartokoh, tanggapan tokoh lain,
ataupun penggambaran lingkungan tokoh. Cara ini disebut teknik dramatik.Kadang-kadang, penggambaran latar cerita dan penggunaan diksi atau
kata-kata dalam dialog tokoh, seperti ungkapan-ungkapan daerah/lokal, dapat
membantu memperjelas identitas dan watak tokoh Anda.
Langkah
Keenam
Kalau
Anda kehabisan kata, beristirahatlah. Kalau masih sanggup, lanjutkan cerita
Anda dengan pemaragrafan peristiwa-peristiwa yang sudah Anda rancang dalam
tahap pertama. Ingat, sebagai sebuah refleksi realitas keseharian, usahakan
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh berlangsung dalam suatu urut waktu
ataupun sebab akibat. Gunakan juga dialog ataupun monolog dalam
paragraf-paragraf Anda untuk membantu menjelaskan mengapa peristiwa atau hal
tertentu terjadi dan bagaimana reaksi tokoh utama atau tokoh lain terhadap
peristiwa tersebut. Ingat, dialog ataupun monolog akan sangat membantu Anda
dalam memperkenalkan dan mengembangkan watak tokoh dalam cerita sehingga mirip
dengan realitas keseharian. Usahakan agar Anda tidak mengurut peristiwa atau
memperkenalkan tokoh Anda dalam bentuksingkat
kata atau singkat cerita.
Langkah Ketujuh:
Usahakan menjalin peristiwa yang akan diceritakan
sedemian rupa sehingga menghasilkan konflik cerita. Konflik dalam cerita dapat
berupa konflik antara tokoh dengan tokoh lain, konflik antara tokoh dengan
dirinya sendiri, dan konflik antara tokoh dengan alam atau
lingkungan. Hal ini perlu karena kekuatan sebuah cerita
sangat bergantung pada konflik yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Konfliklah
yang membuat pembaca menjadi hanyut, larut, ingin tahu kelanjutan, dan
menghembus napas lega ataupun menangis pada akhir cerita.
Langkah Kedelapan:
Tutup atau akhiri cerita Anda bila peristiwa yang
dirancang dalam corat-coret awal sudah habis. Jangan terburu nafsu untuk
menambah peristiwa-peristiwa lain yang akan membuat cerita Anda menjadi
kepanjangan, bertele-tele. Nanti, kalau sudah bosan jadi cerpenis, buat cerita
lain yang lebih panjang (novelet) atau sekalian saja dalam bentuk yang
mahapanjang (novel). Sudahlah, itu perkara nanti. Sekarang buat saja
paragrafpenutup untuk cerita Anda. Jumlahnya boleh satu, dua, ataupun tiga
paragraf. Dalam paragraf tersebut Anda dapat saja menggambarakan keberhasilan
tokoh menyelesaikan konflik yang dihadapinya (happy
ending). Atau, sebaliknya, Anda membiarkan tokoh pasrah, mati, pada akhir
cerita. Kalau Anda tak dapat memilih, kasihan pada tokoh Anda, biarkan saja
cerita Anda menggantung, tanpa penyelesaian, biarkan saja pembaca menjadi
penasaran dan menyelesaikan sendiri cerita tersebut.Kasian deh lu!
Langkah Kesembilan:
Simpan dulu cerita yang sudah Anda tulis. Kalau ada
teman yang mau membaca karya Anda, alhamdulillah. Minta komentar sang teman
setelah membaca cerita tersebut. Jangan marah kalau komentarnya tidak sesuai
dengan harapan Anda. Semua komentar atau tanggapan harus Anda terima dengan
hati yang lapang. Anda timbang-timbang saja semua komentar tersebut. Kalau Anda
setuju dengan saran atau komentar rekan Anda, ubah saja seperlunya. Anda dapat
juga melakukan evaluasi terhadap karya Anda secara mandiri. Saat rehat siang
atau menjelang tidur malam, baca ulang apa yang sudah Anda tulis. Tanyakan:
1) apakah pokok persoalan yang mau kusampaikan telah tersampaikan dalam
cerita ini?
2) apakah peristiwa-peristiwa yang kupilih ini mampu menyampaikan
tema tersebut?
3) apakah tokoh yang kupilih cocok untuk menyampaikan tema tersebut?
4) apakah tokoh dan peristiwa dalam cerita mirip dengan realitas
sehari-hari?
5) apakah kata atau bahasa yang kugunakan dalam cerita ini memikat,
mudah dipahamioleh pembaca?
6) apakah, apakah, apakah, apakah?
Langkah Kesepuluh:
Hasil
evaluasi tersebut akan mengarahkan Anda untuk merevisi atau tidak merivisi
naskah yang sudah Anda hasilkan. Bila Anda rasa tak ada lagi yang perlu
direvisi, coba saja kirimkan karya Anda ke surat kabar lokal ataupun nasional.
Jangan lupa berdoa agar karya Anda dimuat. Kalau tidak juga dimuat setelah Anda
kirim, anggap saja “kerusakan bukan pada pesawat Anda”. Anda harus terus
berkarya: menulis, menulis, dan menulis lagi. Suatu saat karya Anda pasti
terpublikasikan. Yakin sajalah.
Langkah Kesebelas:
Langkah Kesebelas:
Banyak-banyaklah
membaca. Orang bilang, “penulis yang baik adalah juga pembaca yang baik”. Kalau
ingin jadi penulis yang hebat, Anda harus banyak membaca karya yang sudah
ditulis oleh penulis yang hebat sebelum Anda. Lihatlah bagaimana penulis
tersebut mengemas peristiwa tertentu dalam ceritanya. Lihat juga
diksi/kata-kata yang digunakan, kalimatnya, dan sebagainya. Anda boleh
mencontoh hal yang Anda anggap kuat. Tapi, jangan menjiplak. Itu hukumnya
haram. Lagipula, “sejelek-jelek penulis adalah penulis yang menjiplak karya
orang lain tanpa perubahan apa pun”. Itu kata Mukhlis lo!
Daftar isi
Aminuddin. 1990. Sekitar Masalah Sastra: Beberapa Prinsip dan
Model
Penerapannya. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Atmowiloto, Arswendo. 1984. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia.
Endraswara, Suwandi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra. Yogyakarta: Kota Kembang.
Teeuw. A. 1983. Membaca
dan Menilai Sastra: Kumpulan Karangan. Jakarta: Gramedia
Tjahjono, L. Tengsoe. 2002. Menembus Kabut Puisi. Malang:Dioma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar